Translate

Senin, 17 Februari 2014

HUKUM KEWARISAN ISLAM part 1


# PENDAHULUAN KEWARISAN
Hukum kewarisan Islam adalah hukum yang mengatur tentang cara perpindahan hak milik seseorang yang meninggal dunia, disebut juga dengan pewaris,  kepada ahli warisnya. Adapun rukun dari waris ialah :
1.        Adanya orang yang meninggal (pewaris/al-muwarrits),
2.        Adanya harta waris, yaitu harta peninggalan yang telah diambil kewajibannya seperti untuk membayar hutang, melaksanakan wasiat dan sebagainya (tirkah/al-mawruts),
3.        Adanya ahli waris, yaitu orang yang akan mewarisi atau menerima harta waris (al-warits).
Meninggalnya pewaris mutlak harus dipenuhi, karena jika pewaris memberikan hartanya kepada ahli waris ketika ia masih hidup, maka itu bukan waris. Menurut ulama, kematian pewaris itu dibedakan ke dalam tiga macam, yaitu :
1.        Mati hakiki, yaitu kematian yang bisa di buktikan dengan panca indera atau pun keputusan dokter.
2.        Mati hukmi, yaitu kematian yang ditetapkan berdasarkan penetapan pengadilan.
3.        Mati takdiri, yaitu kematian yang didasarkan atas dugaan.
Seperti yang telah disinggung diatas, harta waris itu  merupakan harta peninggalan dari pewaris yang telah dikurangi kewajiban-kewajibannya, seperti : biaya perawatan selama pewaris sakit, biaya pemakaman pewaris, biaya untuk membayar hutang, shadaqah, wasiat dan sebagainya. Adapun ahli waris dilihat dari segi sebabnya dibagi menjadi :
1.        Nasabiyah, disebabkan karena adanya hubungan darah.
2.        Sababiyah, disebabkan karena sebab-sebab tertentu.
3.        Faktor agama.

# ASAS-ASAS HUKUM KEWARISAN ISLAM
1.        Asas Ijbar.
Ijbar berarti memaksa atau berhak.
a.       Perpindahan hak milik kepada ahli waris.
Berpindah dengan sendirinya menurut kehendak Allah SWT. tanpa adanya unsur lain. (QS. An-Nisa ayat 7)
b.      Penentuan bagian ahli waris.
Bagian-bagian ahli waris tertera dengan jelas dalam Al-Quran. (QS. An-Nisa ayat 11).
c.       Penentuan ahli waris.
Siapa-siapa saja yang mendapat waris, telah dijelaskan Allah SWT. (QS. An-Nisa ayat 11).
2.        Asas Bilateral.
Yaitu asas yang menyatakan bahwa laki-laki atau perempuan mendapat waris baik karena garis keturunan atau perkawinan.
a.       QS. An-Nisa ayat 7.
Laki-laki dan perempuan mendapat waris.
b.      QS. An-Nisa ayat 11.
Anak laki-laki dan anak perempuan mendapat waris. Bapak dan ibu mendapat waris.
c.       QS. An-Nisa ayat 12.
Suami dan istri mendapat waris.
d.      QS. An-Nisa ayat 33.
Mengenai ahli waris pengganti.
Menentukan garis keturunan dapat dibagi menjadi tiga, yaitu :
(1)  Patrinial, yaitu menentukan garis keturunan lewat jalur laki-laki. Di Indonesia wilayah yang menerapkan sistem ini ialah seperti di Sumatera Utara.
(2)       Matrinial, yaitu menentukan garis keturunan lewat jalur perempuan. Sistem ini banyak berkembang di Sumatera Barat.
(3)    Parental (Bilateral), yaitu menentukan garis keturunan lewat jalur laki-laki dan perempuan. Sistem ini banyak berkembang di Jawa.
3.        Asas Individual.
Yaitu asas yang menyatakan setiap individu mendapat bagiannya masing-masing. Di hukum kewarisan Islam tidak ada yang namanya Asas Kolektivitas.
4.        Asas Keadilan Berimbang.
Adil adalah menempatkan sesuatu sesuai tempatnya berdasarkan hak dan kewajiban. Asas ini tergantung kasus (situasi dan kondisi).
5.        Asas Kematian.
Hukum kewarisan Islam terjadi jika adanya kematian.
6.        Asas Musyawarah.
Asas ini dilandasi oleh asas perdamaian. Berdasarkan pasal 188 Kompilasi Hukum Islam (KHI), ahli waris dapat meminta harta waris tambahan kepada ahli waris yang lain.

# SEBAB-SEBAB KEWARISAN
1.        Seagama.
Yaitu agama Islam. Pembuktian bahwa seseorang itu beragama Islam atau bukan dengan kartu identitas, pengamalan sehari-hari, dan saksi. Dalam KHI, ketentuan ini terdapat dalam pasal 172.
2.        Nasab.
Nasab ini diakibatkan oleh nasabiyah (keturunan) dan sababiyah (perkawinan). Dalam KHI ketentuan ini diatur di dalam pasal 99 dan pasal 100.
·           Pasal 99 : "Keturunan yang sah adalah anak yang lahir dalam perkawinan yang sah atau akibat perkawinan yang sah."
·           Pasal 100 : "Anak yang lahir diluar perkawinan yang sah, maka hubungan hukumnya hanya dengan ibu dan keluarga ibunya."
3.        Adanya hubungan perkawinan yang sah.
Perkawinan yang sah adalah perkawinan yanh dicatat oleh pegawai pencatat nikah yang memiliki kekuatan hukum. Perkawinan yang sah ini diatur dalam UU No. 1 Tahun 1974 pasal 2 dan dalam KHI pasal 3-7.

Adapun sebab-sebab kewarisan di Arab sebelum adanya Islam, ialah sebagai berikut :
1.        Nasab.
Yang mendapat waris hanya laki-laki, ini pun tidak semua laki-laki berhak mendapat waris hanya laki-laki yang memenuhi kriteria tertentu saja yang berhak atas waris. Perempuan tidak termasuk kedalam ahli waris bahkan perempuan ini disamakan seperti harta waris.
2.        Perkawinan.
Hanya suami yang mendapatkan waris, istri tidak berhak atas waris bahkan istri itu menjadi bagian dari harta waris.
3.        Perjanjian Profesi.
4.        Wa’la.
Membebaskan hamba sahaya. Sebab ini ada pada masa awal kemunculan Islam.

# HALANGAN MENDAPAT WARIS
1.        Hijab.
Bersifat temporer. Ada dua jenis, yaitu :
·      Nuqshan : terkurangi karena ada anak yang lahir. (terkurangi sebagian). Contoh : istri mendapat bagian 1/8 karena adanya anak.
·      Hirman : penghalang yang menggugurkan seluruh hak waris seseorang. Contoh : kakek terhalang mendapat waris karena adanya bapak.
2.        موانع الا
Penghalang waris karena dipersalahkan, seperti karena:
·      Beda agama.
·      Membunuh.
·      Beda negara.
·      Wa’la.

Penghalang kewarisan menurut KHI pasal 173, yaitu :
1.        Beda agama.
2.        Pembunuhan :
·      Dipersalahkan karena membunuh.
·      Melakukan percobaan pembunuhan.
·      Penganiayaan berat.
·      Memfitnah pewaris yang menyebabkan pewaris mendapat hukuman berat seperti hukuman penjara minimal 5 tahun.
Tingkatan pembunuhan yang menjadi penghalang mendapat waris :
·      ‘Am.
Ada niat, dengan sengaja, memakai alat mematikan. Pembunuhan tingkat ini menjadi penghalang mendapat waris menurut Imam Syafi’i, Malik dan Hanafi.
·      Ghair ‘Am.
Tidak ada niat, memakai alat mematikan. Pembunuhan tingkat ini menjadi penghalang mendapat waris menurut Imam Syafi’i dan Imam Malik.
·      Shibul ‘Am.
Tidak ada niat, tidak memakai alat yang mematikan. Pembunuhan tingkat ini menjadi penghalang mendapat waris menurut Imam Syafi’i dan Imam Malik.
·      Khoto
Tidak ada niat dan tidak sengaja. Pembunuhan tingkat ini menjadi penghalang mendapat waris menurut Imam Syafi’i.