# PENDAHULUAN KEWARISAN
Hukum kewarisan Islam adalah hukum yang mengatur tentang cara
perpindahan hak milik seseorang yang meninggal dunia, disebut juga dengan
pewaris, kepada ahli warisnya. Adapun
rukun dari waris ialah :
1.
Adanya
orang yang meninggal (pewaris/al-muwarrits),
2.
Adanya
harta waris, yaitu harta peninggalan yang telah diambil kewajibannya seperti
untuk membayar hutang, melaksanakan wasiat dan sebagainya (tirkah/al-mawruts),
3.
Adanya
ahli waris, yaitu orang yang akan mewarisi atau menerima harta waris
(al-warits).
Meninggalnya
pewaris mutlak harus dipenuhi, karena jika pewaris memberikan hartanya kepada
ahli waris ketika ia masih hidup, maka itu bukan waris. Menurut ulama, kematian
pewaris itu dibedakan ke dalam tiga macam, yaitu :
1.
Mati
hakiki, yaitu kematian yang bisa di buktikan dengan panca indera atau pun
keputusan dokter.
2.
Mati
hukmi, yaitu kematian yang ditetapkan berdasarkan penetapan pengadilan.
3.
Mati
takdiri, yaitu kematian yang didasarkan atas dugaan.
Seperti
yang telah disinggung diatas, harta waris itu
merupakan harta peninggalan dari pewaris yang telah dikurangi
kewajiban-kewajibannya, seperti : biaya perawatan selama pewaris sakit, biaya
pemakaman pewaris, biaya untuk membayar hutang, shadaqah, wasiat dan
sebagainya. Adapun ahli waris dilihat dari segi sebabnya dibagi menjadi :
1.
Nasabiyah,
disebabkan karena adanya hubungan darah.
2.
Sababiyah,
disebabkan karena sebab-sebab tertentu.
3.
Faktor
agama.
# ASAS-ASAS HUKUM KEWARISAN ISLAM
1.
Asas
Ijbar.
Ijbar
berarti memaksa atau berhak.
a.
Perpindahan
hak milik kepada ahli waris.
Berpindah
dengan sendirinya menurut kehendak Allah SWT. tanpa adanya unsur lain. (QS.
An-Nisa ayat 7)
b.
Penentuan
bagian ahli waris.
Bagian-bagian
ahli waris tertera dengan jelas dalam Al-Quran. (QS. An-Nisa ayat 11).
c.
Penentuan
ahli waris.
Siapa-siapa
saja yang mendapat waris, telah dijelaskan Allah SWT. (QS. An-Nisa ayat 11).
2.
Asas
Bilateral.
Yaitu
asas yang menyatakan bahwa laki-laki atau perempuan mendapat waris baik karena
garis keturunan atau perkawinan.
a.
QS.
An-Nisa ayat 7.
Laki-laki
dan perempuan mendapat waris.
b.
QS.
An-Nisa ayat 11.
Anak
laki-laki dan anak perempuan mendapat waris. Bapak dan ibu mendapat waris.
c.
QS.
An-Nisa ayat 12.
Suami
dan istri mendapat waris.
d.
QS.
An-Nisa ayat 33.
Mengenai
ahli waris pengganti.
Menentukan
garis keturunan dapat dibagi menjadi tiga, yaitu :
(1) Patrinial,
yaitu menentukan garis keturunan lewat jalur laki-laki. Di Indonesia wilayah
yang menerapkan sistem ini ialah seperti di Sumatera Utara.
(2) Matrinial,
yaitu menentukan garis keturunan lewat jalur perempuan. Sistem ini banyak
berkembang di Sumatera Barat.
(3) Parental
(Bilateral), yaitu menentukan garis keturunan lewat jalur laki-laki dan
perempuan. Sistem ini banyak berkembang di Jawa.
3.
Asas
Individual.
Yaitu
asas yang menyatakan setiap individu mendapat bagiannya masing-masing. Di hukum
kewarisan Islam tidak ada yang namanya Asas Kolektivitas.
4.
Asas
Keadilan Berimbang.
Adil
adalah menempatkan sesuatu sesuai tempatnya berdasarkan hak dan kewajiban. Asas
ini tergantung kasus (situasi dan kondisi).
5.
Asas
Kematian.
Hukum
kewarisan Islam terjadi jika adanya kematian.
6.
Asas
Musyawarah.
Asas
ini dilandasi oleh asas perdamaian. Berdasarkan pasal 188 Kompilasi Hukum Islam
(KHI), ahli waris dapat meminta harta waris tambahan kepada ahli waris yang
lain.
# SEBAB-SEBAB KEWARISAN
1.
Seagama.
Yaitu
agama Islam. Pembuktian bahwa seseorang itu beragama Islam atau bukan dengan
kartu identitas, pengamalan sehari-hari, dan saksi. Dalam KHI, ketentuan ini
terdapat dalam pasal 172.
2.
Nasab.
Nasab
ini diakibatkan oleh nasabiyah (keturunan) dan sababiyah (perkawinan). Dalam
KHI ketentuan ini diatur di dalam pasal 99 dan pasal 100.
·
Pasal
99 : "Keturunan yang sah adalah anak yang lahir dalam perkawinan yang sah atau
akibat perkawinan yang sah."
·
Pasal
100 : "Anak yang lahir diluar perkawinan yang sah, maka hubungan hukumnya hanya
dengan ibu dan keluarga ibunya."
3.
Adanya
hubungan perkawinan yang sah.
Perkawinan
yang sah adalah perkawinan yanh dicatat oleh pegawai pencatat nikah yang
memiliki kekuatan hukum. Perkawinan yang sah ini diatur dalam UU No. 1 Tahun
1974 pasal 2 dan dalam KHI pasal 3-7.
Adapun
sebab-sebab kewarisan di Arab sebelum adanya Islam, ialah sebagai berikut :
1.
Nasab.
Yang
mendapat waris hanya laki-laki, ini pun tidak semua laki-laki berhak mendapat
waris hanya laki-laki yang memenuhi kriteria tertentu saja yang berhak atas
waris. Perempuan tidak termasuk kedalam ahli waris bahkan perempuan ini
disamakan seperti harta waris.
2.
Perkawinan.
Hanya
suami yang mendapatkan waris, istri tidak berhak atas waris bahkan istri itu
menjadi bagian dari harta waris.
3.
Perjanjian
Profesi.
4.
Wa’la.
Membebaskan
hamba sahaya. Sebab ini ada pada masa awal kemunculan Islam.
# HALANGAN MENDAPAT WARIS
1.
Hijab.
Bersifat
temporer. Ada dua jenis, yaitu :
· Nuqshan : terkurangi karena ada anak yang lahir. (terkurangi
sebagian). Contoh : istri mendapat bagian 1/8 karena adanya anak.
· Hirman : penghalang yang menggugurkan seluruh hak waris seseorang.
Contoh : kakek terhalang mendapat waris karena adanya bapak.
2.
موانع الا
Penghalang
waris karena dipersalahkan, seperti karena:
· Beda agama.
· Membunuh.
· Beda negara.
· Wa’la.
Penghalang
kewarisan menurut KHI pasal 173, yaitu :
1.
Beda
agama.
2.
Pembunuhan
:
· Dipersalahkan karena membunuh.
· Melakukan percobaan pembunuhan.
· Penganiayaan berat.
· Memfitnah pewaris yang menyebabkan pewaris mendapat hukuman berat
seperti hukuman penjara minimal 5 tahun.
Tingkatan
pembunuhan yang menjadi penghalang mendapat waris :
· ‘Am.
Ada
niat, dengan sengaja, memakai alat mematikan. Pembunuhan tingkat ini menjadi
penghalang mendapat waris menurut Imam Syafi’i, Malik dan Hanafi.
· Ghair ‘Am.
Tidak
ada niat, memakai alat mematikan. Pembunuhan tingkat ini menjadi penghalang
mendapat waris menurut Imam Syafi’i dan Imam Malik.
· Shibul ‘Am.
Tidak
ada niat, tidak memakai alat yang mematikan. Pembunuhan tingkat ini menjadi
penghalang mendapat waris menurut Imam Syafi’i dan Imam Malik.
· Khoto
Tidak
ada niat dan tidak sengaja. Pembunuhan tingkat ini menjadi penghalang mendapat
waris menurut Imam Syafi’i.